Latest News

Pengaturan frekuensi sistem kelistrikan Jawa Bali dengan LFC dan AGC



Latar belakang
Sistem tenaga listrik Jawa Bali merupakan rangkaian sistem pembangkitan, sistem transmisi, sistem distribusi yang kemudian terhubung ke beban. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik Jawa dan Bali sekitar 112.000.000 MWh setiap tahunnya dengan pertumbuhan 6,8 %, diperlukan konversi energi primer seperti batubara, tenaga air, minyak, panas bumi, gas menjadi energi listrik oleh pembangkit tenaga listrik. Pembangkit tenaga listrik yang ada seperti PLTU, PLTGU, PLTA, PLTD, dan lain-lain memiliki komponen utama berupa generator. Generator pada sebuah unit pembangkit tenaga listrik akan mengubah energi gerak menjadi energi listrik. Energi gerak dihasilkan dari pengolahan energi primer.
Agar energi listrik yang telah dibangkitkan itu dapat sampai kepada konsumen yang terletak dekat maupun jauh dari pembangkit, maka unit pembangkit membutuhkan sistem transmisi tenaga listrik yang terencana dengan baik untuk menumpangkan dan menyalurkan tenaga listrik. Seluruh unit pembangkit yang ada akan bekerja serempak dan terinterkoneksi pada jaringan listrik. Sistem tenaga listrik terdiri dari saluran-saluran transmisi, gardu listrik, dan jaringan distribusi.
Untuk penyaluran daya listrik pada sistem tenaga listrik Jawa Bali menggunakan tegangan tinggi 70 kV dan 150 kV, serta tegangan ekstra tinggi 500 kV. Tegangan yang tinggi diperlukan untuk memperkecil secara kuadratis rugi-rugi penyaluran. Untuk menaikkan tegangan sesuai dengan nilai yang diperlukan, maka diperlukan trafo daya step up untuk meningkatkan tegangan ke nilai nominal tertentu sesuai kapasitas daya pembangkitan.
Gardu listrik sebagai stasiun pertemuan aliran tenaga tersebar pada jaringan transmisi dan distribusi. Pada gardu listrik dapat dilakukan pengaturan sirkuit jaringan, pengaturan tegangan, dan pengaturan pembebanan. Gardu listrik pada bagian distribusi akan menyalurkan tenaga listrik dari saluran transmisi ke konsumen pada tingkat tegangan masing-masing.
Listrik yang sampai ke konsumen harus diproduksi dengan biaya semurah mungkin. Komponen terbesar dari biaya pengadaan energi listrik ini adalah biaya pengadaan energi primer. Pada operasi real time, dilakukan pemilihan pembangkit dengan biaya produksi paling ekonomis, yang dikenal dengan merit order pembangkitan. Walaupun harus diproduksi dengan biaya semurah-murahnya, kualitas yang sampai kepada konsumen harus terpenuhi. Kualitas listrik ini menyangkut frekuensi dan tegangan. Dua besaran inilah yang harus sesuai dengan aturan jaringan (Grid Code) yang telah ditetapkan.
Untuk pengaturan aliran daya dari pembangkit ke beban melalui P3B JB (JCC : Java Control Centre). Peran P3B disini adalah sebagai pembeli tunggal tenaga listrik dari pembangkit yang kemudian disalurkan ke Sistem Distribusi. Pembelian tenaga listrik ini sesuai dengan merit order yaitu urutan pembangkit dari  yang paling  murah ke yang paling mahal untuk memenuhi kebutuhan beban listrik di sistem Jawa Bali. Pengaturan secara real-time aliran daya dari pembangkit ke beban ini dilakukan oleh dispatcher.
Hubungan keseimbangan antara MW yang dikonsumsi oleh beban, dengan MW yang dihasilkan oleh pembangkit dapat digambarkan secara real-time melalui perubahan frekuensi. Frekuensi nominal untuk sistem tenaga listrik Jawa-Bali adalah 50 Hz. Jika MW yang dihasilkan pembangkit lebih kecil dari MW yang diminta oleh beban maka frekuensi akan turun menjadi kurang dari 50 Hz. Namun jika MW yang dihasilkan oleh pembangkit lebih besar dari yang diminta oleh beban sistem, maka frekuensi akan naik menjadi lebih dari 50 Hz. Sesuai dengan grid code (aturan jaringan) Rentang pengaturan frekuensi yang sempit diperlukan untuk menyediakan frekuensi pasokan yang stabil bagi semua Pemakai Jaringan dan pelanggan akhir. Frekuensi Sistem dipertahankan dalam kisaran ± 0,2 Hz di sekitar 50 Hz, kecuali dalam periode transien yang singkat, dimana penyimpangan sebesar ± 0,5 Hz diizinkan, serta selama kondisi darurat. Pengendalian frekuensi dicapai melalui:
1)      aksi governor unit pembangkit (regulasi primer);
2)      unit pembangkit yang memiliki automatic generation control (pengendalian sekunder);
3)      perintah Pusat Pengatur Beban ke Pembangkit untuk menaikkan atau menurunkan titik setting governor dalam mengantisipasi perubahan beban;
4)      penurunan tegangan dalam rangka menurunkan beban Sistem;
5)      pengurangan beban secara manual;
6)      peralatan pelepasan beban otomatis dengan relai frekuensi rendah; dan,
7)      pelepasan generator oleh relai frekuensi lebih.
Namun jika pengaturan tidak berhasil maka akan muncul dead-band. Dead band didefenisikan sebagai besarnya perubahan kecepatan dimana hasil perubahannya tidak bisa diukur pada posisi Valve atau Gate di satu titik tertentu. Dead band disebabkan oleh pergeseran Coulomb dan beberapa efek dari reaksi yang tidak baik dari governor, valve dan sistem relai hidrolik.
Untuk pengendalian frekuensi sekunder dengan AGC (Automatic Genertaion Control) ini diatur langsung lewat pusat pengaturan beban Jawa-Bali. AGC ini terdiri dari LFC yang dilengkapi dengan Economic dispatch serta Scheduling


1 Response to "Pengaturan frekuensi sistem kelistrikan Jawa Bali dengan LFC dan AGC "

  1. ford titanium - Titanium Art
    Ford Titanium snow peak titanium art, see our website. dei titanium exhaust wrap Find great designs ion chrome vs titanium from talented artists in our community of designers. microtouch titanium Tinted Steel Frame. titanium wedding ring

    BalasHapus